Jumat, 31 Mei 2013
Sabtu, 11 Mei 2013
Menyikapi Diantara Dua Hukum Memperingati Isra` Mi`raj
Menyikapi Diantara Dua Hukum Memperingati Isra` Mi`raj
Tidak
diragukan lagi, bahwa Isra’ & Mi’raj merupakan tanda dari Allah yang
menunjukkan atas kebenaran Rasul-Nya Muhammad SAW dan keagungan kedudukannya di
sisi Tuhannya, selain juga membuktikan atas kehebatan Allah dan kebesaran kekuasaan-Nya
atas semua makhluk.
Firman
Allah :
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada
suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi
sekelilingnya, agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (Q.S. 17:1).
Semua Manusia yang
mengaku beriman kepada Alloh SWT pasti akan percaya pada apa yang telah terjadi
pada diri Rasululloh SAW, tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang beriman
tentang perjalanan Rasululloh SAW dari masjidil Haram ke Masjidil Aqsha lalu
kemudian sampai ke sidrotul muntaha, yang kesemuanya itu dilakukan hanya dalam
jangka waktu satu malam, bagi orang awwam tentunya tidak percaya terhadap kejadian
tersebut terbukti pada zaman rasulullulloh ketika menerangkan kejadian tersebut
pada warga makkah.
Akan tetapi dizaman yang
serba modern ini kejadian tersebut bisa dibuktikan dengan mudah secara ilmiah
yaitu dengan Teori Albert Einstein tentang Relativitas, akan tetapi disini saya
tidak memaparkan secara gamblang tentang pembuktian tersebut, disini saya hanya
ingin memaparkan bagaimana sehendaknya kita sebagai ummat islam menyikapi dua
pandangan hukum terhadap peringatan isra` mi`raj, karena beberapa kalangan
ulama` Dunia sebagian mengharamkan Peringatan-peringatan Isro` Mi`roj dan
sebagian lagi membolehkan untuk memperingatinya, kesemua pandangan
ulama`-ulama` islam itu adalah benar, karena mereka memiliki dalil-dalil yang
bersumber dari Al-Qur`an dan Al-hadits yang menjadi rujukan mereka dalam
memutuskan suatu perkara.
Saya coba akan
memaparkan melalui media ini perbandingan antara dua pendapat diatas,
1). Pendapat golongan
yang pertama (Kelompok Salafy ) yang tidak memboleh perayaan Isro` Miroj dengan
alasan diantaranya yaitu :
Kalau seandainya peringatan Isra’ Mi’raj
itu bagian dari risalah dan syari’at Allah subhanahu wata’ala, pasti beliau telah ajarkan
kepada umatnya. Kalau seandainya peringatan Isra’ Mi’raj ini amalan yang baik,
maka Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam beserta para shahabatnya adalah orang-orang
pertama yang mengadakan acara tersebut. Demikian pula para ulama generasi
berikutnya yang mengikuti dan meneladani mereka, semuanya akan mengadakan
perayaan-perayaan khusus untuk memperingati Isra’ Mi’raj Nabi Besar
Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam.
Sehingga acara peringatan Isra’ Mi’raj,
dalam bentuk apapun acara tersebut dikemas, merupakan amalan bid’ah, sebuah
kemungkaran, dan perbuatan maksiat karena:
1. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri
tidak pernah merayakannya atau memerintahkan kepada umatnya untuk merayakannya.
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا
فَهْوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang beramal dengan suatu
amalan yang bukan termasuk urusan (syari’at) kami, maka amalan tersebut
tertolak.” (HR. Muslim)
2. Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali, dan seluruh
shahabat radhiyallahu ‘anhum tidak
pernah pula merayakannya. Demikian pula para tabi’in, seperti Sa’id bin
Al-Musayyib, Hasan Al-Bashri, dan yang lainnyarahimahumullah.
3. Para ulama yang datang setelah mereka,
baik itu imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i, Ahmad), Al-Bukhari,
Muslim, An-Nawawi, Ibnu Taimiyah, Ibnu Katsir, Ibnul Qayyim, Ibnu Hajar
Al-’Asqalani, dan yang lainnya rahimahumullah,
hingga para ulama zaman sekarang ini. Mereka semua tidak pernah merayakannya,
apalagi menganjurkan dan mengajak kaum muslimin untuk mengadakan peringatan
itu. Tidak didapati satu kalimat pun dalam kitab-kitab mereka yang menunjukkan
disyari’atkannya peringatan Isra’ Mi’raj.
4. Kenyataan yang terjadi jika perayaan ini
benar-benar diadakan, yaitu munculnya berbagai kemungkaran, di antaranya:
a.
Terjadinya ikhtilath, yaitu bercampurbaurnya antara laki-laki dan perempuan.
b.
Dilantunkannya shalawat-shalawat yang bid’ah dan bahkan sebagiannya mengandung
kesyirikan.
c. Didendangkannya lagu-lagu dan alat musik yang jelas haram hukumnya.
d.
Mengganggu kaum muslimin. Di antara bentuk gangguan itu adalah:
§ Terhalanginya pemakai jalan atau minimalnya
mereka kesulitan ketika hendak melewati jalan di sekitar lokasi acara, karena
banyaknya orang di sana.
§ Suara musik dan lagu yang sangat keras pada
acara terebut, juga mengganggu tetangga dan masyarakat yang tinggal di sekitar
lokasi acara. Orang yang telah lanjut usia, orang sakit, maupun bayi-bayi dan
anak-anak kecil yang semestinya membutuhkan ketenangan, mereka terganggu dengan
adanya suara musik yang sangat keras tadi.
Tidak semestinya beberapa gangguan tadi dianggap sepele dan ringan. Kecil
maupun besar, setiap perbuatan yang bisa mengganggu dan menyakiti kaum
muslimin, maka pelakunya terkenai ancaman:
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا
وَإِثْمًا مُبِينًا
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa
kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul
kebohongan dan dosa yang nyata.” (Al-Ahzab: 58)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ
بَوَائِقَهُ
“Tidak akan masuk al-jannah orang yang
tetangganya merasa tidak aman dari gangguannya.” (HR.
Muslim)
e.Tidak sedikit kaum muslimin yang melalaikan shalat berjama’ah di masjid,
bahkan yang lebih parah kalau sampai meninggalkan shalat fardhu. Ketika acara
dimulai ba’da shalat Isya’ misalnya, sejak sore banyak yang sudah stand by di tempat acara.
Mulai dari penjual-penjual dengan aneka barang dagangannya, pengunjung acara,
sampai panitia acara pun, mereka lebih memilih berada di ‘pos-pos’ mereka
daripada masjid ketika dikumandangkannya adzan maghrib dan isya’. Wal ‘iyadzubillah.
Semestinya umat ini dibimbing untuk kembali
kepada agamanya. Mereka sangat antusias menyambut dan menghadiri acara
peringatan Isra’ Mi’raj, namun mereka belum memahami hikmah dan pelajaran yang
terkandung di dalamnya. Sebuah peristiwa dan mu’jizat besar yang saat itulah
kewajiban shalat lima waktu ini diberlakukan kepada umat Islam. Suatu musibah
jika salah satu rukun Islam ini dilalaikan hanya karena ingin ‘menyukseskan’
acara yang sudah pasti menelan biaya yang tidak sedikit tersebut.
Kalau masih ada yang beranggapan bahwa
perayaan untuk memperingati Isra’ Mi’raj itu adalah baik, maka katakanlah
sebagaimana kata Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah:
مَن ابْتَدَعَ في الإِسلام بدعة يَراها حَسَنة ؛
فَقَدْ زَعَمَ أَن مُحمّدا – صلى الله عليه وعلى آله وسلم- خانَ الرّسالةَ ؛ لأَن
اللهَ يقولُ : { الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ فما لَم يَكُنْ
يَوْمَئذ دينا فَلا يكُونُ اليَوْمَ دينا}
“Barangsiapa yang mengadaka-adakan
kebid’ahan dalam agama Islam ini, dan dia memandang itu baik, maka sungguh dia
telah menyatakan bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam
telah berkhianat dalam menyampaikan risalah, karena Allah telah berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ
(Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk
kalian agama kalian), maka segala sesuatu yang pada hari (ketika ayat ini
diturunkan) itu bukan bagian dari agama, maka pada hari ini pun juga bukan
bagian dari agama.”
2). Selanjutnya
ialah pendapat yang kedua, yang membolehkan perayaan Isro` Mi`roj (ini
merupakan pendapat kelompok Nahdliyin NU,NW dkk) dengan alasan :
Apapun yang ada di
sekeliling kita, jelas tidak ada di zaman Nabi. Yang menjadi prinsip kita
adalah esensi. Esensi dari suatu kegiatan itulah yang harus kita utamakan.
Nabi Muhammad SAW bersabda
: ‘Barang siapa yang melahirkan aktifitas yang baik, maka baginya adalah pahala
dan [juga mendapatkan] pahala orang yang turut melakukannya’ (Muslim dll).
Makna ‘aktifitas yang baik’ –secara sederhananya–adalah aktifitas yang
menjadikan kita bertambah iman kepada Allah SWT dan Nabi-Nabi-Nya, termasuk
Nabi Muhammad SAW, dan lain-lainnya. dan banyak lagi hadits-hadits yang
dijadikan sebagai rujukan bahwa memperingati Isro` mi`roj itu hukumnya
dibolehkan.
Baiklah ikhwah fillah yang
dimuliakan Alloh SWT, demikian itulah beberepa pendapat Ulama Islam tentang
hukum memperingati Isro` Mi`roj, tentunya bagi masyarakat umum sangatlah
bingung untuk menentukan sikap terhadap dua pendapat Ulama tersebut, maka
bagaimanakah seharusnya kita sebagai masyarakat muslim menyikapi dua pendapat
tersebut?
Sebaiknya kita sebagai
muslim memperhatikan sisi kebaikan dari peringatan Isra` mi`raj tersebut karena
Alloh tidak pernah melarang hambanya untuk selalu berbuat kebaikan terhadap
agamanya, dengan melihat sisi positif perayaan/peringatan isra` mi`raj saya
rasa tidak ada salahnya kita merayakannya karena :
1. Sebagai media pemersatu
Ummat Islam
2. Mengingatkan kembali
kepada masyarakat tentang kejadian besar yang telah dialami Nabi Muhammad SAW
3. Syiar kebangkitan islam
4. dan lain sebagainya
dan sebenarnya yang salah
adalah bukan terletak pada bid`ahnya, akan tetapi yang salah adalah mencampur
adukkan kebaikan dengan berbagai penyimpangan syariah,dan inilah sebagai tugas
kita untuk meluruskan pandangan masyarakat.
Wallohu a`lam Bisshowab
Langganan:
Postingan (Atom)