Sebagai salah satu dari empat pondok pesantren besar di empat penjuru kota
Jombang, Pondok Pesantren (Ponpes) Bahrul ?Ulum (secara harfiah artinya Lautan
Ilmu) lebih dikenal dengan nama ponpes Tambakberas. Letaknya cukup strategis
yakni di belahan utara kota Jombang, masuk dalam wilayah administratif Desa
Tambakrejo, Kecamatan Jombang Kota. Sebagai pintu masuk Jombang dari arah utara
(Ploso, Babat, Lamongan, Bojonegoro, Gresik dan Tuban), ponpes Tambakberas
berlokasi di tepi jalan raya Jombang ? Tuban
Sejarah
Lokasi awal yang menjadi cikal bakal Ponpes Tambakberas disebut Pondok
Selawe (selawe artinya duapuluh lima). Kebetulan awalnya ponpes ini memang
hanya menerima santri sejumlah 25 orang dan didirikan pada tahun 1825 seusai
Perang Diponegoro. Pendiri ponpes adalah KH Abdus Salam yang juga dikenal
dengan nama Mbah Shoichah (artinya bentakan yang membuat orang gentar). Ada
pula yang menyebut ponpes Tiga, karena jumlah kamar yang ada hanya 3 buah.
Disamping mendakwahkan syariat Islam, Mbah Shoichah juga mengajarkan pengobatan
dan kanuragan (ilmu bela diri) pada santri-santrinya. Mbah Shoichah mengasuh
ponpes Selawe dalam kurun waktu tahun 1825 ? 1860.
Lokasi ponpes Selawe saat ini menjadi makam keluarga bani Chasbullah.
Diantaranya makam KH Abdul Wahab Chasbullah, pendiri dan penggerak Nahdhatul
Ulama (NU). Salah satu pendiri NU ini dikenal pula dengan sebutan Mbah Wahab
yang merupakan generasi ke-4 dari pendiri ponpes Tambakberas. Di kompleks makam
ini terdapat pula makam KH Abdul Wahib Wahab (dari generasi ke-5) mantan
Menteri Agama Republik Indonesia.
Sepeninggal beliau, ponpes diasuh oleh KH Ustman (Mbah Ustman) yang
merupakan menantu pertama Mbah Syaichah. Oleh KH Ustman lokasi ponpes dipndah
sekitar 100 meter ke arah selatan dari ponpes Selawe, tepatnya di dusun Gedang
desa Tambakrejo. Karena itu ponpes ini juga disebut ponpes Gedang. Mbah Ustman
dikenal sebagai kiai tasawuf dan menjadi salah satu mursid Thoriqoh
Naqsabandiyah pada zamannya. Ponpes Gedang diasuh oleh Mbah Ustman dalam kurun
tahun 1860 ? 1910. Menantu pertama Mbah Ustman adalah KH Hasyim Asy?ari, yang
juga dikenal sebagai salah satu pendiri NU. Selanjutnya, KH Hasyim Asy?ari mengajak
santri-santri thoriqoh membuka ponpes baru di desa Keras kecamatan Diwek.
Lokasi ini berjarak sekitar 18 km arah keselatan dari Tambakberas. Ponpes
inilah yang menjadi awal berdirinya ponpes Tebuireng yang legendaris itu.
Kalau Mbah Ustman dikenal mengembangkan ilmu tasawuf, maka adik ipar beliau
yaitu KH Said mengajarkan ilmu syariat. KH Said mengajar di ponpes yang ada di
dusun Tambakberas desa Tambakrejo. Lokasi cukup dekat dengan ponpes Gedang,
kira-kira hanya berjarak 100 meter. Setelah Mbah Ustman wafat, sebagian santri
yang tidak ikut membantu KH Hasyim Asy?ari, akhirnya dipindah ke ponpes
Tmbakberas asuhan KH Said ini. Sepeninggal KH Said, ponpes diasuh oleh putra
beliau yaitu KH Chasbullah. Dari KH Chasbullah inilah ponpes terus dikembangkan
oleh putra putrinya. Yaitu KH Abdul Wahab, KH Abdul Hamid, Nyai Fatimah dan KH
Abdurrohim. Pada tahun 1967, KH Abdul Wahab Chasbullah memberi nama ponpes
Bahrul Ulum. Namun orang juga tetap mengenal ponpes ini sebagai ponpes
Tambakberas seperti dua ponpes besar lainnya. yaitu ponpes Denanyar (Mambaul
Maarif) dan ponpes Rejoso (Darul Ulum). Berbeda dengan ponpes Tebuireng yang
memang hanya disebut dengan satu nama saja, yaitu ponpes Tebuireng.
Pondok Pesantren Bahrul Ulum (PPBU) didirikan sekitar pada tahun 1825 di
dusun Gedang kelurahan Tambakberas. Oleh KH. Abdus Salam, Bersama pengikutnya
ia kemudian membangun perkampungan santri dengan mendirikan sebuah langgar
(mushalla) dan tempat pondokan sementara, buat 25 orang pengikutnya. KH. Abdus
Salam adalah seorang keturunan raja Brawijaya dari Majapahit sebagaimana
silsilah berikut ini Abdussalam putra Abdul Jabbar putra Ahmad putra Pangeran
Sumbu putra Pangeran Benowo putra jaka Tingkir (maskarebet) putra Lembu peteng
Aqilah Brawijaya.
Nama KH. Abdus Salam kemudian lebih dikenal dengan nama Shoichah atau Kyai
Shoichah kemudian beliau memperistri seorang putri dari kota Demak yaitu
Muslimah. Dari pernikahanya beliau dikaruniai beberapa putra dan putri yaitu
diantaranya yaitu Laiyyinah, Fatimah, Abu bakar, Murfu?ah, Jama?ah, Mustaharoh,
Aly ma?un, Fatawi dan Abu Sakur. KH. Abdus Salam mempunyai beberapa santri.
Dari santri-santri tersebut ada dua santri yang dijodohkan dengan putrinya
yaitu Laiyyinah di jodohka dengan Ustman. Dari hasil pernikahanya beliau dikaruniai
seorang putri bernama Winih (nama asalinya Halimah) dan Halimah dijodohkan
dengan seorang santri yaitu As?ary dari Demak cikal bakal pendiri Pondok
Pesantren Tebuireng. Sedangkan Fathimah dijodohka dengan Sa?id dari
pernikahannya beliau di karuniai seorang putra yaitu Kasminah Chasbullah
sebelum haji bernama Kasbi, Syafi?i sebelum haji bernama Kasdu, dan Asim
sebelum haji bernama Kasmo.Setelah itu pondok nyelawe diteruskan oleh Kyai.
Ustman. Dan Kyai. Sa?id mengembangkan sayap pendidikan pondok pesantren dengan
mendirikan pondok pesantren disebelah barat dusun Gedang seelah mendapat izin
dari ayah maratuanya, yang kini menjadi Pondok Pesantren Bahrul Ulum.
Setelah Kyai Ustman dan Kyai Sa?id, yang meneruskan kepemimpinan pondok
pesantren adalah Chasbulloh putra Kyai Sa?id sedangkan Pondok Kyai Ustman
dikarenakan beliau tidak mempunya putra sebagai penerus. Oleh sebab itu seluruh
santri diboyong ke pondok barat dibawah asuhan Kyai. Chabulloh. Dalam
mengembangkan Pondok Pesantren Kyai. Chabulloh ditemani seorang istri yang
begitu sangat setia yaitu Nyai Latifah (asalnya A?isah) yang berasal dari desa
Tawangsaari Sepanjang Sidoarjo. Pernikahan antara Kyai. Chabulloh dan Nyai
Latifah dikaruniai putra-putri antara lain:
1. Kyai Abdul Wahab yang berputra K.Wahib, Khodijah, K. Najib Adib,
Jammiyyah, mu?tamaroh, Muniroh, Mahfudloh, Hisbiyah, Munjidah, Hasib dan Rokib.
2. Kyai Abdul Hamid yang berputra K. Abdullah, K. Moh. Sholeh, K. Abdul
malik, K. M. Yahya dan Hamidah.
3. Nyai Khodijah, (nyai Bisry) berputra Achmad, Sholikhah, Musyarofah, Abdul
Aziz, M. Shokhib.
4. Kyai Abdurrahim berputra K. Ach. Al Fatich, Bariroh, K. Ach. Nasrullah,
K. Amanullah, K. Khusnullah.(KH. Ach Nasrullah adalah Pediri Pondok Pesatren Assa'idiyah Bahrul Ulum)
5. Nyai Fatimah berputra Abdul Fattah, Mufattimah, Abdul Majid
6. Sholihah tidak berputra
7. Zuhriyah tidak berputra
8. Aminaturrokhiyah tidak berputra
Tahun 1920 adalah dimana kyai Chasbulloh dipanggil ke hadapan sang kholiq
(wafat) kemudian pimpinan pondok pesantren diteruskan oleh putra-putranya yaitu
Kyai Abdul Wahab, Kyai Abdul Hamid, dan Kyai Abdurrohim.
Nama Bahrul Ulum itu tidak muncul saat KH. Abdus Salam mengasuh pesantren
tersebut. Nama itu justru berasal dari KH. Abdul Wahab Hasbullah. Ia memberikan
nama resmi pesantren pada tahun 1967. Beberapa tahun kemudian pendiri N.U ini
pulang ke rahmatullah pada tanggal 29 Desember 1971. Mulai tahun 1987
kepemimpinan pondok pesantren dipegang secara kolektif oleh Dewan Pengasuh yang
diketuai oleh KH. M. Sholeh Abdul Hamid. Mereka juga mendirikan Yayasan Pondok
Pesantren Bahrul Ulum yang diketuai oleh KH. Ahmad Fatih Abd. Rohim.Para kiai
yang mengasuh PP Bahrul Ulum itu diantaranya, KH. M. Sholeh Abdul Hamid, KH.
Amanullah, KH. Hasib Abd. Wahab, Dibawah kepemimpinan KH. M. Sholeh, PPBU
mengalami perkembangan sangat pesat hingga muncul berbagai macam ribat atau
komplek diataranya yaitu Induk Al-Muhajirin I, II, III dan IV, Al-Muhajin putri
I, II, III dan IV, As-Sa'idiyah putra I, II dan III, As-Sa'idiyah putri I,II dan III,
Al-Muhibbin, Ar-Roudloh, Al-Ghozali putra dan putri, Al-Hikmah, Al-wahabiyah I
dan II, Al-Fathimiyah, Al-Lathifiyah I, II dan III, An-Najiyah putra dan
putrid, Assalma, Al Fattah, Al Asyari,Komplek Chasbullah, Al Maliki, Al
Hamidiyah.
Setelah wafatnya KH. M. Sholeh Abdul Hamid pada tahun 2006 majlis pengasuh
diteruskan oleh KH. Amanullah Abdurrahim yang wafat pada tahun 2007 hinga pada
saat ini yaitu tahun 2010 majelis pengasuh PPBU adalah KH. Hasib Abd. Wahab
Banyak cerita yang mengisahkan kenapa KH. Abdus Salam seorang keturunan
ningrat, bisa sampai ke desa kecil yang kala itu masih berupa hutan belantara
penuh dengan binatang buas dan dikenal sebagai daerah angker.
KH. Abdus Salam meninggalkan kampung halamannya menuju Tambakberas untuk
bersembunyi menghindari kejaran tentara Belanda. Bersama pengikutnya ia
kemudian membangun perkampungan santri dengan mendirikan sebuah langgar
(mushalla) dan tempat pondokan sementara buat 25 orang pengikutnya. Karena itu,
pondok pesantren itu juga dikenal pondok selawe (dua puluh lima).
Perkembangan pondok pesantren ini mulai menonjol saat kepemimpinan pesantren
dipegang oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah, cicit KH. Abdus Salam. Setelah kembali
dari belajar di Mekkah, ia segera melakukan revitalisasi piondok pesantren. Ia
yang pertama kali mendirikan madrasah yang diberi nama Madrasah Mubdil Fan. Ia
juga membentuk kelompok diskusi Taswirul Afkar dan mendirikan organisasi
Nahdlatul Wathon yang kemudian dideklarasikan sebagai organisasi keagamaan
dengan nama Nahdlatul Ulama (NU). Deklarasi itu ia lakukan bersama dengan KH.
Hasyim Asy?ari dan ulama lainnya pada tahun 1926.
Nama Bahrul Ulum itu tidak muncul saat KH. Abdus Salam mengasuh pesantren
tersebut. Nama itu justru berasal dari KH. Abdul Wahab Hasbullah. Ia memberikan
nama resmi pesantren pada tahun 1967. Beberapa tahun kemudian pendiri NU ini
pulang ke rahmatullah pada tanggal 29 Desember 1971.
Mulai tahun 1987 kepemimpinan pondok pesantren dipegang secara kolektif oleh
Dewan Pengasuh yang diketuai oleh KH. M. Sholeh Abdul Hamid. Mereka juga
mendirikan Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum yang diketuai oleh KH. Ahmad
Fatih Abd. Rohim. Para kiai yang mengasuh PP Bahrul Ulum itu diantaranya, KH.
M. sholeh Abdul Hamid, KH. Amanullah, KH. Hasib Abd. Wahab,
Dibawah kepemimpinan KH. M. Sholeh, PPBU mengalami perkembangan sangat
pesat. Hal ini dapat dilihat dengan semakin membludaknya santri yang belajar di
pondok pesantren yang telah banyak menghasilkan ulama dan politisi.KH.
Abdurrahman Wahid mantan presiden ke 4 RI juga alumni pesantren yang sering
kedatangan tamu dari pemerintah pusat ini. Santri yang belajar di PPBU tidak
hanya datang dari daerah Jombang saja tapi juga dari seluruh wilayah Indonesia,
bahkan juga dari Brunei Darussalam dan Malaysia.
Seiring dengan perkembangan pesantren yang semakin pesat, pengelolaan
pesantren dilakukan secara profesional. Kegiatan pesantren sehari-hari tidak
langsung ditangani oelh pengasuh. Tetapi diserahkan kepada pengurus Bahrul Ulum
yang terdiri dari para Gus dan Ning (putra kiai), ustadz, ustadzah dan santri
senior. Untuk operasionalnya dibentuk bidang-bidang dengan distribusi tugas
secara teratur.
Selain itu, santri juga bisa mengikuti berbagai organisasi penunjuang dalam
lingkungan pesantren seperti, Jam?iyyah Qurro? wa; Huffadh (JQH), Forum Kajian
Islam (FKI), Corp Dakwah Santri Bahrul Ulum (CDS BU), Koppontren Bahrul Ulum,
OSIS ada disetiap sekolah dan madrasah., Keluarga Pelajar Madrasah Bahrul Ulum,
Organisasi Daerah (ORDA) organisasi ini merupakan wadah santri menurut asal
daerah santri, Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (SM STT).
Kegiatan belajar santri PPBU dalam kesehariannya sangat variatif dan
diklasifikasikan menurut jenjang pendidikannya masing-masing. Namun secara umum
pengajian kitab salaf (literatur klasik) sangat menonjol. Disamping itu, santri
juga diwajibkan mengikuti Madrasah Al-qur?an dan Madrasah Diniyah. Prgram
takrorud durus (jam wajib belajar) waktunya ditetapkan oleh pengurus harian
Bahrul Ulum.
PPBU juga menyelenggarakan kegiatan sosial seperti, sunatan massal, bakti
sosial, penyuluhan masyarakat, pengiriman dai ke daerah-daerah tertinggal,
panti anak yatim dan lain sebagainya.
Sebagai kaderisasi pesantren, agar kelangsungan pendidikan agama tetap berjalan
dan tidak mengalami kemunduiran apalagi sampai pesantren mengalami bubar, para
pengasuh mengirimkan putra-putri belajar ke pesantren lain juga menimba ilmu di
perguruan tinggi, seperti putra KH. M. Sholeh ada yang dikirim belajar ke
pesantren Lirboyo Kediri.
Penyelenggaraan Pendidikan
Pondok Pesantren Bahrul Ulum secara umum menyelenggarakan pendidikan formal
dan non formal. Untuk pendidikan formal mengacu pada kuriklum DEPAG dan DIKNAS.
Adapun yang mengikuti kurikulum DEPAG, meliputi MI (Madrasah Ibtidaiyah) Bahrul
Ulum, MTsN (Madrasah Tsanawiyah Negeri) Bahrul Ulum, MTs (Madrasah Tsanawiyah)
Bahrul Ulum, MAN (Madrasah Aliyah Negeri) Bahrul Ulum dan Sekolah Tinggi Ilmu
Tarbiyah (STIT) Bahrul Ulum. Sedangkan pendidikan fromal yang mengikuti
kurikulum DIKNAS meliputi, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Bahrul Ulum, Sekolah
Menengah Umum (SMU) Bahrul Ulum dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Tehnik
Bahrul Ulum.
Walaupun kegiatan pendidikan formal sangat padat, namun pengajian dan
pendidikan kitab salaf tetap sangat dipentingkan. Dan sistem tradisional
seperti sorogan, bandongan , wkton, takhassus, takror, tahfidh dan tadarrus
tetap dipertahankan. Adapun jenjang pendidikan salaf meliputi TK, Madrasah
Ibtidaiyah, Madrasah Ibtidaiyah Program Khusus, Madrasah Diniyah, Madrasah
Al-Qur?an, Madrasah Mu?allimin / Mu?allimat Atas dan Madrasah I?dadiyah Lil
Jami?ah.
Selain itu PPBU dalam ikut mengembangkan minat dan bakat para santri juga
memberikan kegiatan ekstra kurikuler, seperti majalah pesantren Menara,
Marching Band, komputer, menjahit, elektronika, seni hadrah, seni qasidah, tata
busana, tata boga, bela diri, pramuka, palang merah remaja (PMR), unit
kesehatan sekolah (UKS) dan karya ilmiyah remaja. Disamping itu, pesantren juga
menyelenggarakan pelatihan dan kegiatan ekstra keagamaan seperti pelatihan
jurnalistik, bahasa asing, penelitian, kepemimpinan, kepustakaan,
keorganisasian, advokasi masyarakat, kewirausahaan, manasik haji, seni baca
Al-Qur?an , khutbah, pidato, bahtsul masail, diba?iyyah dan lain sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar