Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Shalawat dan salam teruntuk hamba dan utusan-Nya, Nabi Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Udhiyyah atau berkurban termasuk salah satu syi'ar Islam
yang agung dan termasuk bentuk ketaatan yang paling utama. Ia adalah syi'ar
keikhlasan dalam beribadah kepada Allah semata, dan realisasi ketundukan kepada
perintah dan larangan-Nya. Karenanya setiap muslim yang memiliki kelapangan
rizki hendaknya ia berkurban.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ
مُصَلاَّنَا
"Barangsiapa yang memiliki kelapangan, sedangkan ia
tidak berkurban, janganlah dekat-dekat musholla kami." (HR. Ahmad,
Ibnu Majah dan al-Hakim, namun hadits ini mauquf)
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah memberi
teladan, beliau senantiasa melaksanakannya. Dari Ibnu Umar Radhiyallaahu 'Anhuma,
“Adalah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam selama sepuluh tahun tinggal
di Madinah, beliau selalu menyembelih kurban.” (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi,
sanadnya hasan)
Diriwayatkan dalam Shahihain, “Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam berkurban dua ekor domba yang putih dan bertanduk. Beliau
menyembelih sendiri dengan kedua tangannya sambil menyebut nama Allah dan
bertakbir serta meletakkan kakinya di samping lehernya.”
Syarat-syarat Kurban
Diantara urusan kurban yang harus diketahui oleh seorang
mudhahhi adalah syarat-syaratnya. Apa yang harus dipenuhi oleh pengorban dari
ibadah kurbannya:
Pertama, hewan kurban harus dari hewan ternak; yaitu unta, sapi,
kambing atau domba. Hal ini berdasarkan sabda firman Allah Ta'ala,
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ
اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
"Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan
penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang
ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka." (QS. Al-Hajj: 34)
Bahimah An'am: unta, sapi, dan kambing. Ini yang dikenal
oleh orang Arab sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hasan, Qatadah, dan
selainnya.
Kedua, usianya sudah mencapai umur minimal yang ditentukan
syari'at. Yakni sudah musinnah, kecuali bagi domba boleh jadza'ahnya. Ini
berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ
عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنْ الضَّأْنِ
"Janganlah kalian menyembelih kecuali Musinnah
(kambing yg telah berusia dua tahun), kecuali jika kalian kesulitan
mendapatkannya, maka sembelihlah domba jadza'ah." (HR. Muslim dari
sahabat Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhu)
Dari Al-Barra' Radhiyallahu 'Anhu, berkata:
"Pada suatu hari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengerjakan
shalat, setelah itu beliau bersabda:
مَنْ صَلَّى صَلَاتَنَا وَاسْتَقْبَلَ قِبْلَتَنَا فَلَا
يَذْبَحْ حَتَّى يَنْصَرِفَ فَقَامَ أَبُو بُرْدَةَ بْنُ نِيَارٍ فَقَالَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ فَعَلْتُ فَقَالَ هُوَ شَيْءٌ عَجَّلْتَهُ قَالَ فَإِنَّ عِنْدِي
جَذَعَةً هِيَ خَيْرٌ مِنْ مُسِنَّتَيْنِ آذْبَحُهَا قَالَ نَعَمْ ثُمَّ لَا
تَجْزِي عَنْ أَحَدٍ بَعْدَكَ
"Barangsiapa mengerjakan shalat seperti shalat kami,
dan menghadap kiblat kami, hendaknya tidak menyembelih binatang kurban sehingga
selesai mengerjakan shalat.” Lalu Abu Burdah bin Niyar berdiri dan berkata;
“Wahai Rasulullah, padahal aku telah melakukannya.” Beliau bersabda: “Itu
adalah ibadah yang kamu kerjakan dengan tergesa-gesa.” Abu Burdah berkata;
“Sesungguhnya aku masih memiki Jadza’ah dan dia lebih baik daripada dua
Musinnah, apakah aku juga harus menyembelihnya untuk berkurban? Beliau
bersabda: “Ya, namun hal itu tidak sah untuk orang lain setelahmu.” (HR.
al-Bukhari)
Musinnah sama dengan istilah Tsaniyyah, yakni hewan dengan
usia tertentu yang mencakup unta, sapi dan kambing. An-Nawawi berkata;
"Para ulama berkata; Musinnah adalah Tsaniyyah dari segala sesuatu
yakni dari unta, sapi dan kambing atau lebih." (Syarah An-Nawawi ‘Ala
Muslim, vol 13 hlm 117)
Dalam Mu’jam Lughati Al-Fuqaha’ (I/188) disebutkan:
"Tsaniyy adalah setiap hewan yang tanggal gigi serinya. Jamaknya Tsina’
dan Tsunyan. Bentuk lainya Tsaniyyah yang dijamakkan menjadi Tsaniyyat. Tsaniyy
dari unta adalah unta yang genap berusia lima tahun, dari sapi yang genap dua
tahun dan dari kambing yang genap satu tahun (Mu’jam Lughoti Al-Fuqoha’, vol
1/hlm 188)
Perician dari usia minimalnya:
-
Unta: sudah genap 5 tahun
-
Sapi: sudah genap 2 tahun
-
Kambing: sudah genap 1 tahun
-
Jadza'ah domba: sudah genap setengah tahun.
Tidak sah kurban yang usianya di bawan ketentuan di atas.
Ketiga, Hewan kurban terbebas dari aib/cacat. Di dalam nash
hadits ada ada empat cacat yang disebutkan:
1. Aur Bayyin (buta sebelah yang jelas)
2. Araj Bayyin (kepincangan yang jelas)
3. Maradh Bayyin (sakit yang jelas)
4. Huzal (kekurusan yang membuat
sungsum hilang).
Jika hewan kurban terkena salah satu atau lebih dari empat
macam aib ini, maka hewan tersebut tidak sah dijadikan sebagai hewan kurban.
Dari Al-Bara’ bin ‘Azib berkata: “Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam ditanya, ‘Apa yang harus dijauhi untuk hewan kurban?‘
Beliau memberikan isyarat dengan tangannya lantas bersabda: “Ada empat.” Barra’
lalu memberikan isyarat juga dengan tangannya dan berkata; “Tanganku lebih
pendek daripada tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
الْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ
عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَجْفَاءُ الَّتِى لاَ
تُنْقِى
"(empat perkara tersebut adalah) hewan yang jelas-jelas
pincang kakinya, hewan yang jelas buta sebelah, hewan yang sakit dan hewan yang
kurus tak bersumsum.”
(H.R.Malik)
Dari ‘Ubaid bin Fairuz berkata: Aku pernah bertanya kepada
Al Bara` bin ‘Azib; sesuatu apakah yang tidak diperbolehkan dalam hewan kurban?
Kemudian ia berkata; Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah
berdiri diantara kami, jari-jariku lebih pendek daripada jari-jarinya dan
ruas-ruas jariku lebih pendek dari ruas-ruas jarinya, kemudian beliau berkata:
أَرْبَعٌ لاَ تَجُوزُ فِى الأَضَاحِى الْعَوْرَاءُ بَيِّنٌ
عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ بَيِّنٌ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ بَيِّنٌ ظَلْعُهَا
وَالْكَسِيرُ الَّتِى لاَ تَنْقَى
“Empat perkara yang tidak boleh ada di dalam hewan-hewan
kurban; yaitu buta sebelah matanya yang jelas kebutaannya, pincang yang jelas
pincangnya, sakit yang jelas sakitnya, dan pecah kakinya yang tidak memiliki
sumsum. ‘Ubaid berkata; aku katakan kepada Al Bara`; Aku tidak suka pada
giginya terdapat aib. Ia berkata; apa yang tidak engkau sukai maka tinggalkan
dan janganlah engkau mengharamkannya kepada seseorang." (HR. Abu
Dawud)
Keempat, Hewan tersebut benar-benar dimiliki oleh orang yang
berkurban atau yang diizikan dikurbankan atas namanya oleh syariat atau
oleh orang yang memilikinya. Tidak sah kurban orang yang tidak memilikinya
secara sah seperti hewan kurban yang dicuri, dikuasai dengan cara batil, dan
semisalnya. Sebabnya tidak sah ibadah taqarrub kepada Allah dengan maksiat
kepada-Nya. kurban pengasuh anak yatim yang diambil dari hartanya sah jika
berkurban telah menjadi rutinitas dan akan bersedih jika tidak ada hewan
kurban. Begitu juga sah kurban orang yang mewakili dari harta orang yang
diwakilinya dengan izinnya. (Syaikh Utsaimin dalam Risalah Ahkam Udhiyyah wa
Dzakah)
. . . Tidak sah kurban orang yang tidak memilikinya secara
sah seperti hewan kurban yang dicuri, dikuasai dengan cara batil, dan
semisalnya. . .
Kelima, tidak ada hak orang lain pada harta hewan kurban tersebut,
maka tidak sah kurban dari hewan yang digadai.
Keenam, menyembelihnya pada waktu yang telah ditentukan oleh
syariat. Yaitu setelah shalat Ied sampai terbenamnya matahari dari hari tasyriq
terakhir (tanggal 13 Dzulhijjah). Maka waktu menyembelih hewan kurban ada empat
hari: hari idul Adha sesudah shalat dan tiga hari sesudahnya yang dikenal
dengan ayyam Tasyriq. Maka siapa yang menyembelih sebelum shalat ied selesai
atau sesudah matahari di tanggal 13 terbenam, tidak sah kurbannya.
Dari Sahabat al-Barra' bin 'Azib Radhiyallahu 'Anhu,
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Sesungguhnya yang
pertama kali kita mulai pada hari ini adalah shalat. Kemudian kita pulang lalu
menyembelih hewan qurban. Barangsiapa berbuat demikian maka dia telah sesuai dengan
sunnah kami. Siapa yang menyembelih sebelum shalat maka itu adalah daging yang
diberikan untuk keluarganya dan tidak termasuk nusuk (ibadah qurban)
sedikitpun." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Diriwayatkan lagi dari Jundub bin Sufyan al-Bajali Radhiyallahu
'Anhu, berkata: Aku menyaksikan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
pada hari nahar (penyembelihan) bersabda:
مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُعِدْ مَكَانَهَا
أُخْرَى وَمَنْ لَمْ يَذْبَحْ فَلْيَذْبَحْ
"Siapa yang menyembelih sebelum shalat maka hendaknya
ia mengganatinya dengan hewan kurban yang lain, dan siapa yang belum berkurban
henwaknya ia berkurban." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam Shahih Muslim, dari hadits Nubaisyah al-Hudzaliy Radhiyallahu
'Anhu berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda;
أَيَّامُ
التَّشْرِيْقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
"Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan, minuma."
(HR. Muslim)
. . . waktu menyembelih hewan kurban ada empat hari: hari
idul Adha sesudah shalat dan tiga hari sesudahnya yang dikenal dengan ayyam
Tasyriq. . .
Namun siapa mendapati udzur sehingga harus mengakhirkannya
sesudah hari tasyriq seperti hewan kurban lepas dan tidak lekas ditemukan
kecuali setelah habisnya waktu penyembelihan atau hewan tersebut dititipkan
kepada orang untuk menyembelihnya lalu orang tersebut lupa sehingga habis
waktunya, maka tidak apa-apa hewan tersebut disembelih sesudah lewat waktunya
karena udzur tadi. Hal ini diqiaskan kepada orang yang tertidur dari shalat
atau lupa, maka ia boleh shalat sewaktu terbangun dan di saat sudah ingat.
(Disarikan dari Risalah Ahkam Udhiyyah wa Dzakah, Syaikh Muhammad bin Shalih
al-Utsaimin)
Dibolehkan juga menyembelih hewan kurban pada siang atau
malam hari, sementara menyembelih di siang hari itu lebih utama. Segera
menyembelih sesudah khutbah Idul Adha itu paling utama. Setiap hari
penyembelihan lebih utam dari hari sesudahnya karena itu bentuk bersegera
kepada perbuatan baik. Wallahu Ta'ala A'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar